Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

(Lengkap) Biografi Ali bin Abi Thalib Hingga Wafat

Biografi Ali bin Abi Thalib Hingga Wafat

Biografi Ali bin Abi Thalib

Khalifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali adalah keponakan dan menantu nabi. Ali adalah putra Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi Muhammad yang telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota Mekkah, demi untuk membantu keluarga pamanya yang mempunyai banyak putra. Abbas , paman nabi yang lainya membantu abu thalib dengan merawat Ja’far, anak Abu Thalib yang lain. Ia telah masuk Islam pada usia sangat muda. Ketika nabi menerima wahyu yang pertama, menurut Hasan Ibrahim Hasan Ali berumur 13 tahun, atau 9 tahun menurut Mahmudunnasir. Ia menemani nabi dalamperjuangan menegakkan Isalm, baik di mekah maupun di Madinah, dan ia diambil menantu oleh nabi dengan menikahkannya dnegna Fathimah, salah seorang putri Rasulullah, dan dari sisi inilah keturunan Nabi berkelanjutan. Karena kesibukan-nya merawat dan memakamkan jenazah Rasulullah, ia tidak berkesempatan membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah, tetapi ia baru membaiatnya setelah Setelah Fatimah wafat. 

Ali adalah seorang yang memiliki banyak kelebihan, selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. Pribadinya penuh vitalitas dan energik, perumus kebijakan dengan wawasan yagn jauh ke depan, ia adlah pahlawan yang gagah berani, penasihat yagn bijaksana, penasihat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekrja keras sampai akhir hayatnya dan merupakan orang kedua yang berpengarung setelah Muhammad. 

Proses pengangkatan Ali bin Abi Thalib


Penukuhan Ali menjadi Khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang Khalifah sebelumnya. Ali dibai’at di tengah-tengah susasana berkabung atas meninggalnya Utsman, pertentangan dan kekacauan, serta kebingungan meninggalnya Utsman, pertentangna dan kekacauan, serta kebingugnan umat Islam Madina. Sebab, kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali supaya bersedia dibai’at menjadi khlifah. Setelah Utsman mendaulat Ali supaya bersedia dibai’at menjadi khalifah. Setelah utsman , kaum pemberontak mendatangi para sahabat senior satu persatu yang ada di kota Madina, seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar bin Khathathab agar bersedia menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan muhajirin lebih menginginkan Ali menjadi Khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali menajdi khalifah. Ia didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar bersedia dibai’at menjadi khalifah. Namun, ali menolak. Sebab, ia menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapatkan persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah masa rakyat mengemukakan bahw aumat islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yagn lebih besar, akhirnya Ali bersedia dibai’at menjadi khalifah. 

Ia dibai’at oleh mayoritas rakyat dari muhajirin dan anshar serta para tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti Abdullah bin umar bin Khaththab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin Abi Waqqas, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin Salam yang waktu itu berada di Madina tidak mau ikut membai’at Ali. Ibn Umar dan saad misalnya bersedia membai’at kalau seluruh rakyat sudah berbai’at. Mengenai Thalha dan Zubair diriwayatkan, mereka berbai’at secara terpaksa. Riwayat lain menyatakan mereka bersedia membai’at jika nanti mereka diangkat menjadi gubernur di kufah dan basrah. Akan tetapi, riwayat lain menyatakan bahwa Thalha dan Zubair bersama kaum Anshar dan Muhajirinlah yang meminta kepada Ali agar bersedia dibai’at menjadi khalifah. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain, kecuali memilih Ali. 
Dengan demikian, ali tidak dibai’at oleh kaum muslimin secara aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu tidak berada di kota madinah, mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukan baru; dan wilayah islam sudah meluas ke luar kota madinah sehingga umat islam tidak hanya berada di tanah Hijaz (mekah, Madinah dan Thaif). Tetapi sudah tersebar di jazirah arab dan luarnya. Salah seorang tokoih yang menolak untuk membai’at Ali dan di luarnya. Salah seorang tokojh yang menolak untuk membai’at Ali dan menunjukan sikap konfrontatif adalah muawiyah bin Abi Sufyan. Keluarga Utsman dan gubernur Syam. Alasan yang dikemukakan karena menurutnya Ali bertanggung jawab atas terbunuhnya Utsman. 

Setelah Ali bin Abi Thalib dibai’at menjadi khalifah di masjid Nabawi ia menyemapikan pidato penerimaan jabatnya sebagai berikut. 

“sesungguhnya Allah telah menurunkan kita suci al-quran sebagi petunjuk yang menerangkan yang baik dan yang buruk, maka hendaklah kamu ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk. Kewajiban-kewajiban-kewajiban yang kamu tunaikan kepada Allah akan membawa kamu ke surge. Sesunguhnya Allah telah mengharamkan apa yang haram, dan memuliakan kehormatan seorang muslim, berarti memuliakan kehormatan seluruhnya, dan memuliakan keikhlasan dan tauhid orang-orang muslim. Hendaklah setiap muslim menyelamatkan menusia dengan kebenaran lisan dan tangannya. Tidak boleh mnyakiti seorang muslim, kecuali ada yang membolehkan. Segeralah kamu melaksanakn urusan kepentingan umum. Sesunguhnya (urusan) kamu. Bertakwalah kepada Allah sebagai hamba Allah kepada hamba-hamba-Nya dan negeriNya. Sesungguhnya kamu bertanggung jawab (dalam segala urusan) termasuk urusan tanah dan binatang (lingkungan). Dan taatlah kepada Allah dan jangan kamu mendurhakainya. Apabila kamu melihat yang baik, ambillah dan jika kamu melihat yang buruk tinggalkan dan ingatlah ketika kamu berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi” “wahai manuisa, kamu telah menbai’at saya sebagaimana yang kamu telah lakukan terhadap khalifah-khalifah  yang dulu dari pada saya. Saya hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan. Akan tetapi, jika pilihan telah jatuh, penolakan tidak boleh lagi, Imam harus kuat, teguh, dan rakyat harus tunduk dan patuh. Bai’at terhdap diri saya ini adalah bai’at yang merata dan umum. Barang siapa yang mungkiri darinya, terpisahlah dia dari agama Islam. 

Kekhilafah Ali bin Abi Thalib ibn Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu nabi Muhammad saw. Yang kemudia menjadi menantunya karena menikahi putri Nabi Muhammad SAW. Faitamh. Iyalah telah ikut Bersama Rasullah SAW. Sejak bahaya kelaparan mengancam kota mekah dan tinggal di rumahnya. Ia masuk Islam dari golongan pria. Pada saat Nabi menerima wahyu partama. Ali berumur 13 tahun, menurut  A.M saban, sedangkan menurut Mahmudunnasir, Ali berumur 9 tahun. 

Mahmudunnasir selanjutnya menulis bahwa Ali termasuk salah seorang yang baik dalam memainkan pedang dan pena, bahkan ia dikenal sebagai seorang orator. Ia juga seorang  yang pandai dan bijaksana, sehingga menjadi penasihat pada zaman khalifah Abu bakar, Umar, san Utsman. Ia mengikuti hamper semua peperangan pada zama Nabi. Ia tidak sempat membai’at Abu bakar, karena sibuk mengurusi jenazah Rasulullah SAW. Dan keturunan Nabi Muhammad SAW. Berkelanjutan dari beliau. 

Menurut Ali Mufrodi, setelah wafatnya Utsman bin Affan, banyak sahabat yang sedang mengunjungi wilayah-wilayah yang baru ditaklukkan, yang di antaranya Thalha bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam peristiwa terbunuhnya Ustman bin Affan menyebabkan perpecahan di kalangan umat islam emnjadi emapt Golongan, yakni  :

  • pengikut Ustman yaitu yang menuntut balas atgas kematian Utsman bin Affan dan           mengajukan Muawiyah sebagai Khalifah.
  • pengikut Ali, yang mengajukan Ali sebagaiKhalifah. 
  • kaum moderat, tidak mengajukan calon, menyerahkan urusannya kepada Allah. 
  • golongan yang berperang pada prinsip jamaah, di antaranya salad bin Abi Waqqash. Abu Ayyub Al-Anshari, Usamah bin Zaid, dan Muhammad bin maslamah yang diikuti oleh  10.000 orang sahabat dan tabi’in yang memandang bahwa Utsman dan Ali sama-sama sebagai pemimpin.


Ali adalah calon terkuat untuk menjadi Khalifah, karena banyak didukung oleh para sahabat senior. Bahkan para pemberontak keapda khalifah utsman mendukungnya termasuk Abdullah bin saba, dan tidak ada seorang pun yang bersedia dicalonkan. Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdulah Umar tidak mendukungnya, walaupun kemudia sa’ad ikut kembali Ali. Yang pertama kali membai’at Ali adalah Thalhah bin Ubaidilah diikuti oleh Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash, kemudian diikuti oleh banyak orang dari kalangan Anshar dan Muhajirin. Asal mulanya, Ali menolak pencalonan dirinya, namun kemudia menerimanya demi kepentingan Islam pada tanggal 23 juni 656 M. Alasan penolakan Ali karena ia selalu berpandangan bahwa, “Ada orang yang lebih baik dari padanya.” 

Yang pertama di lakukan Khalifah Ali adalah menarik kembali semua tanah yang telah dibagikan Khalifah Utsman keapd akaum kerabatnya kepada pemilikan negara dan mengganti semua gubernur yang tidak disenangi rakyat, di antaranya Ibnu Amir penguasa Bashrah diganti Utsman bin Hanif, Gubernur Mesir yang dijabat oleh Abdullah diganti oleh Qays, Gubernure suriah, muawiyah juga diminta untuk meletakkan jabatan, tetapi menolak, bahkan ia tidak mengakui khalifahan Ali. 

Pemerintahan Khalifah Ali dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang tidak stabil karena adanya pemberontakan dari sekelompok kaum muslimin itu sendiri. Pemberontakan partama datang dari Thalhah dan Zubair diikuti oleh siti Aisyah yang kemudian perang Jamal. Dikatakan demikian, karena siti Aisah pada waktu itu menggunakan unta dalam perang melawan Ali. Pemberontakan yang kedua datang dari muawwiyah, yang menolak meletakkan jabatan, bahkan menempatkan dirinya setingkat dengan khalifah walaupun ia hanya sebagai gubernur suria, yang berkhir dengan perang Shiffin. 

Pemberontakan di masa Ali.

Pemberontakan pertama diawali oleh penarikan bai’at oleh Thalhah dan Zubair, karena alasan bahwa Khalifah Ali tidak memenuhi tuntutan mereka untuk menghukum pembunuhan Khalifah Utsman. Bahwa penolakan Khalifah ini disampaikan kepada siti Aisyah yang merupakan kerabatnya di perjalanan pulan dari mekah, yang tidak tahu mengenai kematian Khalifah Utsman. Sementara Thalhah dan Zubair dalam perjalanan menuju Bashrah. Siti Aisyah bergabung dengan Thalhah dan Zubair untuk menentang Khalifah Ali. Karena alasan penolakan Ali menghukum pembunuhan Utsman. Bisa juga karena alasann pribadi, atau karena hasutan Abdullah bin Zubair. Muawiyan turut andil pula dalampemberontakanini, tetapi hanya terbatas pada usaha untuk menurunkan kredabilitas khalifah di mata umat islam, dengan cara menuduh bahwa jangan-jangan khalifah berada di balik pembunuhan khalifah Utsman. 

Khalifah ali telah berusaha untuk menghindari pertumpahan darah dengan mengajukan kompromi, tetapi beliau tidak berhasil sampai akhirnya terjadi pertempuran antara khalifah Ali Bersama pasukannya dengan Thalhah, Zubair, dan Aisyah Bersama pasukannya. Pernag ini terjadi pada tahun 36 H. Thalhah dan Zubair berbunuh ketika hendak melarikan diri dan Aisyah dikembalikan ke madina. Dan Puluhan ribu Islam gugur pada peperangan ini. 

Setelah menyelesaikan pemberontakan Thalhah dan Zubair, pusat kekuasaan Islam dipindah ke Kufah, sehingga Madinah tidak lagi menajdi ibu kota kedaulatan islam dan tidak ada seorang Khalifah pun setelahnya yang menjadikan Mdina sebagai pusat Kekuasaan Islam. 

Peperangan antara uamt Islam terjadi lagi, yaitu Antara Khalifah Ali Bersama pasukannya degna Muawiyah sebagai gubernur Suriah Bersama pasukannya. Perang ini terjadi karena Khalifah Ali ingin menyelesaikan pemberontakan Muawiyah yang menolak peletakan jabatan dan secara terbuka menentang Khalifah dan tidak mengakuinya. Peperangan ini terjadi di kota shiffin pada tahun 37 hampir saja dimenangkan oleh Khalifah Ali. Namun atas kecerdikan Muawiyah yang dimotori oleh panglima pernag Amr bin Ash, yang mengacungkan Al-Quran dengan tombaknya, yang mempunyai arti bahwa mereka mengajak berdamai dengan menggunakan Al-quran. Khalifah Ali mengetahui bahwa hal tersebut adalah tipu muslihat, namun karena didesak oleh pasukanya, khalifah menerima tawaran tersebut. Akhirnya, terjadi peristiwa tahkim yang secara politis Khalifah Ali mengalami kekalahan. Kerna Abu Musa Al-Asy’ari sebagai wakil khalifah menurunkan Ali sebagai khalifah. Sementara Amr bin Ash tidka menurunkan Muawiyah sebagai gubernut suriah, bahkan menjadikan kedudukanya setingkat dnegna Khalifah. 

Ali memecat para guberur yang sewenang wenang yang diangkat oleh Usman,termasuk salah satunya adalah Muawwiyah di Syam,sekalipun ia di angkat pada masa Umar,akan tetapi dia di nilai oleh ali sebagai provokator untuk menuntut turun dari jabatan politik,Ali menarik tanah yang oleh usman di hadiahkan kepada para pendukung dan hasil tanah tersebut di serahkan ke kas negara.Di samping itu Ali berusaha kembalikan pemerintahan islam seperti masa Umar (Hasan,1989;62) selain itu thalhah bersama zubair meminta ari segera mencari dan menghukum para pembunuh usman.Kondisi kacau tersebut menyebabkan perang saudara yaitu erang Jamal,Siffin dan Nahrwan,tidak terelakan.akhirnya ali memindahkan ibu kota dari madinah ke kufah. 

Pada saat drama perang siffin (26 Juli 657 M) yang mempertemukan kekuatan Muawiyah dan Ali terjadi adu taktik dan kelicikan.atas usulan Amr ibn al-Ash,Muawwiyah menawarkan perdamaian dengan mengangkat al-Qur’an,hingga pada akhirnya perangpun berhenti.Peristiwa ini disebut tahkim.kelompok dari Ali yang menentang kebijakannya untuk berhenti berperang yg disebut kawarij di bawah pimpinan Abdullah ibn Wahab al-Rasyibi sebanyak 12.000 orang dan mereka berkumpul di Huraira. 

Sementara itu,dalam pandangan agamanya,diantaranya adalah jika seorang muslim tidak menjalankan shalat,maka ia wajib di bunuh,dan jika seseorangmeninggalkan dunia tampa taubat,maka ia akan masuk neraka selamanya,dengan demikian ,tanpa amal shalih maka seseorang sama halnya dengan tidak mukmin(kafir).seseorang yang tida bersih hati nuraninya maka dia murtad dan dalam pandangan orang yang demikian itu masuk neraka selamanya.pandangan khawarij yang paling mencolok adalah orang islam yang tidak menganut ajaran-ajaran mereka disebut kafir.hal ini mendasarkan sifat mereka terhadap ummat islam (selain golongan Khawarij)keras dan tegas,sementara dengan non-muslim (Yahudi dan Nasrani) mereka bersikap lunak.Mereka beranggapan bahwa ali,amr dan muawwiyah adalah kafir,karna atas ulah mereka banyak ummat islam mati di medan konflikyang ada tersebut.Khawarij menolak surat Yusuf menjadi sebagian dari al-Qur’an.hal ini didasaran karna surat itu terlalu menjelaskan hal-hal keduniaan cinta (Alam,1969: 250-253). 

Wafatnya Ali bin Abi Thalib


Pada perkembangan berikutnya ,kelompok khawarij banyak melakukan huru hara dan membuat kacau pemerintah sayyidina Ali.Kelompok ini kemudian dihadapi oleh pasukan ali di Nahrwan yang melibatkan 65.000 orang.dalam peristiwa Nahrwan ini menewaskan 30.000 orang khawarij,sehingga mereka beranggapan bahwa peristiwa tersebut sepadan dengan peristiwa Karbala semasa Yazin ibn Muawwiyah.Pada akhirnya emosi kelompok Khawarij tidak lagi dapat terbendung dan Abdurrahman ibn Muljam membunuh khalifah Ali pada saat sedang memasuki masjid untuk shalat,pada 24 januari 661 M

Orang yang mengikuti ali dan yang termasuk bagian yang mengagungkan Khalifah Ali kemudian disebut sebagai syi’atul Ali (pengikut Ali) yang kemudian hari,dikenal dengan Syi’ah.mereka kemudian berorientasi politik.Kekuatan politik tersebut mendudukkan Ali sebagai Khalifah ,dan tidak pernah mengakui kkhalifahan sebelumnya,.Setelah Nabi wafat,kelompok simapatisan Ali tersebut tidak mengakui Abu Bakar sebagai khalifah.menurut mereka Ali adalah keluarga nabi (ahl al-bait) yang paling berhak untuk menjadi khalifah setelah wafatnya Nabi Muhammad. Setelah Umar I terpilih mereka kecewa. Terlebih saat Usman terpilih mereka tidak bisa terima,maka dengan demikian walaupun bibit syi’ah telah ada saat pemilihan Abu Bakar namun dalam catatan sejarah islam mulai munculnya Syi’ah adalah setelah wafatnya Ali ibn Abi thallib dan karna adanya rivalitas poliik dari kelompok Khowarij.