Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pembagian Hadis dari segi Kuantitas Sanad: Sahih, Hasan dan Da'if


Pembagian Hadis dari segi Kuantitas Sanad: Sahih, Hasan dan Da'if

Hadist Sahih.

A.Pengertian Hadist Sahih.

Kata shahih dalam bahasa diartikan orang sehat, antonim dari kata as-saqim (orang yang sakit). Jadi, yang dimaksudkan hadis shahih adalah hadis yang sehat dan benar, tidak terdapat penyakit dan cacat. Dalam istilah, hadis shahih adalah “Hadist yang muttashil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang adil dan dhabith (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadzdz), dan cacat (‘illat). 

Menurut ahli hadist, hadist sahih adalah hadist yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah SAW, atau Sahabat, atau Tabi’in, bukan hadist yang syadz (kontroversi) dan terkena ‘illat yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya. 

Dalam definisi lain hadist sahih adalah hadist yang di nukil (diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber-‘illat, dan tidak jaggal. 

B.Syarat-Syarat Hadist Sahih

Menurut muhaddistsin, suatu hadist dapat dinilai ke sahihannya, apabila memenuhi kereteria berikut.

1) Rawinya bersifat adil
Menurut Ar-Razi, keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak takwa, menjauhi dosa-dosa kecil, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah, seperti makan sambil berdiri di jalan, buang air (kencing) di tempat yang bukan disediakan untuknya, dang bergurau yang berlebihan. 
Sedangkan menurut Syuhudi Ismail, kareteria-kareteria periwayatan yang bersifat adil, adalah:
  • Beragama Islam.
  • Berstatus mukallaf (Al-Mukallaf).
  • Melaksanakan ketentuan agama.
  • Memelihara muru’ah. 


2)Rawinya bersifat dhabit.

Maksud dari rawi bersifat dhabit yaitu, bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadistnya dengan baik, baik dengan hapalan yang kuat atau dengan kitabnya, lalu ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya. 

3)Sanadnya bersambung.

Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi hadis yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada diatasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama. 
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya ulama hadist menempuh tata kerja penelitian berikut:
Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang diteliti.
Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi.
Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para rawi dan rawi yang terdekat dengan sanad.

4)Tidak ber ‘illat

Maksud bahwa hadist yang bersangkutan terbebas dari cacat kesalihannya, yakni hadist itu bebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya cacat, meskipun tampak bahwa hadist itu tidak menunjukkan adanya cacat tersebut. 

5)Tidak syadz (janggal)

Syadzdz dalam bahasa berarti ganjil, terasing, atau menyalahi aturan. Maksud syadzdz di sini adalah periwayatan orang tsiqah (terpercaya, yaitu adil dan dhabith) bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah. Dengan demikian, jika disyaratkan hadist sahih harus tidak terjadi syadzdz, berarti hadist tidak terjadi adanya periwayatan orang tsiqah bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah. 

C.Klasifikasi Hadist Sahih

Hadist Sahih terbagi menjadi menjadi dua, yaitu, shahih lidzatih dan shahih lighairih.
  1. Sahih Lidzati adalah hadist sahih yang memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal, seperti yang telah disebutkan diatas.
  2. Sahih lighairih adalah hadist sahih yang tidak memenuhi syarat-syaratnya. Misalnya, rawinya yang adil tidak sempurna ke-dhabit-annya (kapasitas intelektualnya rendah). Bila jenis ini dikukuhkan oleh jalur lain semisal, ia menjadi shahih lighairih. Dengan demikian, sahih lighairih adalah hadist yang ke sahihannya disebabkan oleh faktor lain karena tidak memenuhi syarat-syarat secara maksimal. Misalnya, hadist hasan yang diriwaytkan melalui beberapa jalur, bisa naik derajat dari hasan ke derajat sahih. 

D.Kitab-Kitab Sahih

Kitab-kitab hadist sahih adalah sebagai berikut:
  1. Hadist shahih bukhari (w. 250 H), pertama kali penghimpun khusus hadist sahih. Didalamnya terdapat 7.275 hadist termasuk yang terulang-ulang, atau 4.000 hadist tanpa terulang-ulang.
  2. Shahih muslim (w. 261 H), didalamnya terdapat 12.000 hadist termasuk yang terulang-ulang atau sekitar 4.000 hadist tanpa terulang-ulang. Secara umum hadist Al-Bukhari lebih ketat muttashil dan tsiqohnya sanad, disamping terdapat kajian fiqh yang tidak terdapat dalam sahih muslim.
  3. Shahih Ibnu Khuzaymah (w. 311 H).
  4. Shahih Ibnu Hibban (w. 354 H).
  5. Mustadrak Al-hakim (w. 405 H).
  6. Shahih Ibnu As-Sakan.
  7. Shahih Al-Abani. 

Hadis Hasan

A.Pengertian Hadist Hasan

Hadis Hasan adalah Hadis yang bersambung sanadnya ,diriwayatkan oleh Rawi yang adil,yang rendah tingkat kekuatan daya hafalannya ,tidak rancu dan tidak ada cacat.Definisi ini diambil dari pernyataan  Ibnu Shalah yaitu “Rawi hadis Hasan adalah orang-orang yang dikenal jujur dan dapat di percaya tetapi tidak mencapai tingkatan Rawi hadis Shahih karena tingkat daya hafalannya dan akurasinya masih di bawahnya,meskipun demikian derajat Rawi Hadis Hasan berada di atas Rawi yang menyendiri yang disebut Munkar”. 

B.Klasifikasi Hadis Hasan.


a) Hasan Lidzatihi 

Hadis Hasan Lidzatihi adalah hadis yang apabila diriwayatkan juga melalui jalur lain yang semisal atau lebih kuat baik dengan redaksi yang sama maupun maknanya saja.
Contoh dari Hadis Hasan Lidzatihi adalah hadis yang diriwayatkan Ahmad ia berkata Yahya bin said meriwayatkan hadis kepada kami dari Bahz bin Hakim ia mengatakan meriwayatkan hadis kepadaku,bapakku dari kakekku. 

b) Hasan Lighairihi

Hadis Dhaif yang bukan karena Rawinya pelupa banyak salah atau orang fasik Hadis ini dapat meningkat menjadi hadis Hasan karena diperkuat oleh hadis lain,dengan kata lain Hadis Hasan Lighairihi adalah hadis yang memiliki kelemahan yang tidak terlalu parah seperti halnya Hadis Dhaif. 
Contoh dari Hadis Hasan Lighairihi adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Hujr berkata dari Hats bin Ghiyats dari Hajjaj dari Athiyyah dari Ibnu Umar “....”

C. Hukum Hadis Hasan

Sifat-sifat hadis yang dapat diterima fat dapat diterimanya tinggi yaitu hadis shahih,sedangkan hadis yang sifat dapat diterinya itu ada yang tinggi,menengah,dan rendah. Hadis yang sifat dapat diterimanya tinggi dan menengah  adalah Hadis Shahih Hadis yang sifat dapat diterimanya rendah adalah Hadis Hasan. 
Menurut seluruh Fuqaha’,Muhaddisin,dan Ahli Ushul Hadis Hasan dapat di terima sebagai Hujjah dan diamalkan,alasan mereka karena telah diketahui kejujuran Rawinya dan keselamatan perpindahan dalam Sanad.

D. Sumber Hadis Hasan

Sumber-sumber Hadis Hasan adalah sebagai berikut:
  1. Al-Jami’ karya Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at Turmudzi (209 H-279 H).
  2. As-Sunan karya Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats Al-Sijjistani (202 H-273).
  3. Al Mujtaba’ karya Imam Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib An Nasa’i (215 H-303 H)
  4. Sunan Al-Mustafa karya Ibnu Majah Muhammad bin Yazid Qazaini (209 H-273 H).
  5. Al-Musnad karya Abu Ya’la Al-Maushili Ahmad bin Ali bin Al-Mustanna (210 H-307 H).
  6. Al-Musnad karya Ahmad bin Hambal (164 H-241 H).


Hadist Dhaif.


A.Pengertian Hadist Dhaif.

Dhaif menurut lughat adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat) dan menurut Muhaditsin Hadits adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadist yang diterima dan munurut pendapat kebanyakan ulama; hadist dhaif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis sahih dan hasan. 

B.Klafikasi Hadist Dhaif.

Para ulama Muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan. 

Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad  adalah:
  • Terwujudnya cacat-cacat pada rawi, baik tentang keadilan maupun  ke-dhabit-annya.
  • Ketika bersambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.

Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi itu ada sepuluh macam , yaitu sebagai berikut:
  • Dusta.
  • Tertuduh dusta.
  • Fasik.
  • Banyak salah.
  • Lengan dalam menghapal.
  • Menyalahi riwayat ornag kepercayaan.
  • Banyak wahan (purbasangka).
  • Tidak diketahui identitasnya.
  • Penganut bid’ah.
  • Tidak baik hafalannya.

C. Klafisifikasi hadis Dhaif Berdasarkan Cacat pada keadilan dan Ke-dhabit-an Rawi

a) Hadis Maudhu’.

1. Pengertina Hadist Maudhu’.

Hadis maudhu’ adalah hadis yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, secara palsu dan dusta, baik disengaja maupun tidak.  

2.Ciri-ciri hadis maudhu’

Para uluma menentukan bahwa ciri-ciri ke-maudhu’-an suatu hadis terdapat pada sanad dan matan hadis. 

Ciri-ciri yang terdapat pada sanad hadis, yaitu adanya pengakuan dari si  pembuat sendiri, qarina-qarina yang memperkuat adanya pengakuan memuat hadis maudhu’, dan qarina-qarina yang berpautan dengan tingkah lakunya. 

Adapun ciri-ciri yang terdapat pada matan, dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi ma’na dan sefi lafadzh. Dari segi ma’na, yaitu bahwa hadis itu bertentangan dengan Al-quran, hadis mutawatir, ijma’, dan logika yang sehat. Dri segi lafazh, yaitu bila susunan kalimatnya tidka baik dan tidak fasih.  

b) Hadis Matruk.

Hadis matruk adalah hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yagn tertuduh dusta. Rawi yang tertuduh dusta adalah seorang rawi yang terkenal dalam pembicaraan sebagai pendusta, tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia sudah pernah berdusta dalam membuat hadis. Seorang rawi yang tertuduh dusta, bila ia bertobat dengan sungguh-sungguh, dapat diterima periwayatan hadisnya. 

c) Hadis Munkar.

Hadis munkar adalah hadis yang pada sanadnya terdapat rawi yang jelek kesalahanya, banyak kelengahannya atau tampak kafasikannya. Lawannya dinamakan ma’ruf. 

D. Hukum Periwayatan Hadits Dhai’f.

Hadist Dha’if tidak identik dengan hadist mawdhu (hadist palsu). Di antara hadis dhif terdapat kecacatan para perawinya yang tidak terlalu parah, seperti daya hafalan yang kurang kuat, tetapi adil dan jujur. Sedangkan hadis mawdhu (hadist palsu). Perawinya pendusta. Maka para ulama memperbolehkan meriwayatkan hadis dha’if sekalipun tanpa menjelaskan kedha’ifan sekalipun tanpa menjelaskan kedha’ifanya dengan dua syarat , yaitu:
  • Tidak berkaitan dengan akidah seperti sifat-sifat Allah. 
  • Tidak menjelaskan hukum syara’ yang berkaitan dengan halal dan haram, tetapi berkaitan masalah mau’izhah, tarqhib wa tarhib (hadis-hadis tentang ancaman dan janji), kisah kisah, dan lain –lain. 

E.Pengamalan Hadist Dhaif.

Para uluma berbeda pendapat dalam pengamalan hadist dhaif. Perbedaan itu dapat dibagi menjadi 3 pendapat , yaitu sebagai berikut:

  • Hadist dhaif tidak dapat di amalkan secara mutlak, baik dalam keutamaan amal, atau dalam hukum sebagaimana yang diberikan oleh Ibnu Sayyid An-nas dari Yahya bin Ma’ni. Pendapat pertama ini adalah pendapat Abu bakar ibnu Al-arabi, Al-bukhari, Muslim dan Ibnu Hazam. 
  • Hadis dhai’f dapat diamalkan secara mutlak, baik dalam Fadhail Al-amal atau dalam masalah hukum(ahkam), sebagai pendapat bahwa hadis dhaif leibh kuat dari pada pendapat para ulama.
  • Hadis dhaif dapat diamalkan dalam fadhail al-amal ,mau’izhah, targhib (janji-janji yang menggemrakn), dan tarhib(ancaman yang menakutkan).