Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pembagian Hadist Dari Segi Kuantitas Sanad Masyhur Dan Ahad Part 2

Pembagian Hadist Dari Segi Kuantitas Sanad Masyhur Dan Ahad Part 2




C. Pengertian Hadist Ahad

Kata ahad adalah bentuk plural (jamak) dari ahad dengan makna wahid: satu. Hadist atau khabar wahid yaitu hadist yang diriwayatkan oleh seorang perawi. Menurut istilah hadist ahad adalah:

Hadist yang tidak memenuhi beberapa persyaratan hadist mutawatir[21]

Perawi hadist ahad tidak mencapai jumlah yang banyak sebagaimana hadist mutawatir.Karena ia hanya diriwayatkan satu,dua,tiga,empat yang tidak mencapai mutawatir. Hadist ahad inilah yang memerlukan penelitian secara cermat. Apakah perawinya adil atau tidak ,dhabith atau tidak, sanadnya muttashil atau tidak, dan seterusnya yang nanti akan menentukan suatu hadist shahih,hasan atau dho’if.[22]

D. Pembagian Hadist Ahad


Ada tiga macam hadist ahad yaitu:

a. Hadist Masyhur

Menurut bahasa, masyhur adalah muntasyir, yaitu sesuatu yang sudah tersebar, sudah populer.[23] Dan kata masyhur dapat juga diartikan tenar, terkenal, dan menampakkan. Sedangkan dalam istilah hadist , masyhur terbagi menjadi dua macam yaitu:     

1. Masyhur Ishtilahi

مَا رَوَاهُ ثَلَاثَةَ فَأَكْثَرَ فِيْ كُلِّ طَبَقَةٍ مِنْ طَبَقَاتِ ا لسَنَدِ مَا لمْ يَبْلُغْ حَدَّ التَوَاتُرِ

Hadist yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih pada setiap tingkatan pada beberapa tingkatan sanad, tetapi tidak mencapai kriteria mutawatir.

Contoh hadist masyhur:

إِنَّ الَّلهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ

Hadist diatas diriwayatkan 3 orang sahabat , yaitu Ibnu Amru,Aisyah, dan Abu Hurairah. Dengan demikian hadist masyhur ditingkat sahabat karena terdapat 3 orang sahabat yang meriwayatkannya sekalipun sanad dikalangan tabi’in lebih dari 3orang.[24]

2. Masyhur Ghoyru Ishthilahi

Hadist masyhur ghoyru ishthilahi berbeda dengan hadist masyhur ishthilahi. Hadist masyhur (menurut istilah muhadditsin) disebut masyhur ishthilahi sedang masyhur ghayru ishthilahi (bukan istilah muhadditsin) adalah:

مَا ا شْتُهِرَ عَلَى الْأَلْسِنَةِ مِنْ غَيْرِ شُرُوْطٍ تُعْتَبَرَ  

" Hadist yang populer pada ungkapan lisan (para ulama) tanpa ada persyaratan yang definitif. "

Hadist masyhur ghayru ishthilahi adalah hadist yang populer atau terkenal dikalangan golongan atau kelompok tertentu. Sekalipun jumlah periwayat dalam sanad tidak mencapai 3 orang atau lebih. [25]

Misalnya hadist yang populer di kalangan ulama fiqh saja:

أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الْطَلَاقُ  

“Halal yang paling dimurka allah adalah talak”. (H.R.Al-Hakim) [26]



Contoh hadist yang masyhur dikalangan ulama ushul fiqh adalah:

رُفِعَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَاءُ وَالنِسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِمْ 

“Terangkatlah (dosa) dari umatku, kekliruan,lupa, dan perbuatan yang mereka lakukan karena terpaksa.”(H.R.At-Thabrani dari Ibnu Abbas)[27]

Adapun kitab-kitab hadist masyhur diantaranya:
  1. Al-Maqhashid Al-Hasanah fima usytuhira ‘ala Al-Alsinah, karya As-Sakhawi.
  2. Kasyfu Al-Khafa’ wa muzil Al-Ilbas fima usytuhira min Al-Hadist ‘ala Al-Sinah An-Nas, karya Al-Ajaluni.
  3. Tamyiz At-Thayyib min Al-Khabist fima yadur ‘ala Al-Sinah An-Nas min Al-Hadist, karya Ibnu Ad-Daiba Asy-Syaibani.[28]


b. Hadist Aziz

Dari segi bahasa kata aziz sifat musyabbah dari kata عَزَّ- يَعِزُّ  yang berarti قَلّ وَ نَظَرَ : sedikit dan langka. Atau kata عَزَّ-يَعَزُّ berarti: قَوَى  kuat. Sedangkan dari segi ishtilah hadist aziz ialah:

هُوَ اللَّذِيْ يَكُوْنُ فِي طَبَقَةٍ مِنْ طَبَقَاتِ سَنَدِهِ رَاوِيَانِ فَقَطْ 

Hadist yang diriwayatkan oleh dua orang perawi pada seluruh tingkatan sanad,walaupun dalam satu tingkatan sanad saja

Atau dalam definisi lain:


هُوَ مَا لَا يَرْوِيْهِ أَقَلُّ مِنَ اثْنَيْنِ فِيْ جَمِيْعِ طَبَقَاتِ السَّنَدِ  


“Hadist yang tidak diriwayatkan kurang dari dua orang di semua tingkatan sanad.”

Misalnya:

عَنْ أَبَي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: قَالَ لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ

Hadist diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah S.A.W. bersabda: “Tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga aku lebih dicintai daripada orang tuanya, anaknya, dan manusia semuanya.” (H.R.Al-Bukhari dan Muslim).

Hadist tersebut diriwayatkan oleh dua orang sahabat, yaitu Anas dan Abu Hurairah, dari Anas diriwayatkam dua orang yaitu Qatadah dan Abdul Aziz bin Syuhaib dari syuhaib diriwayatkan dua orang, yaitu Isma’il bin Ulayah dan Abdul Warist bin Sa’id dan dari masing-masing diriwayatkan oleh jama’ah.

Hukum hadist aziz adakalanya shahih,hasan dan dho’if tergantungan persyaratan yang terpenuhi. Apakah memenuhi kriteria hadist shahih atau tidak.[29]

c. Hadist Gharib

Kata gharib secara bahasa bisa diartikan sendirian (al munfarid), jauh dari kerabat, perantau, asing dan sulit dipahami. Sedangkan dari segi istilah ialah:

مَا تَفَرَّدَ بِهِ رَاوٍ وَاحِدٍ فِيْ أَيِّ طَبَقَةٍ مِنْ طَبَقَاتِ السَنَدِ 

Hadist yang bersendiri seorang perawi dimana saja tingkatan (thabaqat) daripada beberapa tingkatan sanad.

Hadist gharib dan fard mempunyai makna yang sama yaitu hadist yang terdapat hanya seorang perawi dalam satu tingkatan sanad sedangkan pada tingkatan yang lain lebih dari satu orang. Misalnya suatu hadist diterima di tingkatan sahabat hanya oleh seorang sahabat saja, sementara di kalangan tingkatan selain sahabat terdapat dua orang perawi atau lebih yang menerima hadist tersebut. Hadist yang seperti ini disebut hadist gharib di kalangan sahabat, sekalipun tidak gharib di tingkatan tabi’in atau tabi’ tabi’in.[30]

Hadist gharib terbagi menjadi dua macam yaitu:

1. Gharib Mutlaq

Hadist gharib mutlak yaitu:

هُوَ مَا كَانَتِ الْغَرَابَةُ فِيْ أَصْلِ سَنَدِهِ وَأَصْلِ السَنَدِ هُوَ طَرَفُهُ الَّذِيْ فِيْهِ الصَحِابِى  

Hadist yang gharabahnya (perawi satu orang) terletak pada pokok sanad adalah ujung sanad yaitu seorang sahabat.

Contoh hadist nabi:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى 



Hadist diatas hanya sahabat Umar bin Al-Khattab saja yang meriwayatkan  dari nabi, dari Umar diriwayatkan oleh Al qamah bin Waqqash Al-Laitsi, kemudian diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim kemudian Yahya bin Sa’id Al-Khudri.Hadist ini gharib mutlaq karena hanya Umar bin Al-Khattab saja di kalangan sahabat yang meriwayatkan hadist tersebut.[31]

2. Gharib Nisbi(Relatif)

Hadist gharib nisbi (relatif) yaitu:

مَا كَانَتِ الْغَرَابَةُ فِيْ أَثْنَاءِ سَنَدِهِ 

Hadist yang terjadi gharabah ( perawinya satu orang) ditengah sanad.

Gharib nisbi adalah apabila penyendirian itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang rawi.[32]

Misalnya hadist yang diriwayatkan dari Anas:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ مَكَّةَ وَعَلَى رَأْسِهِ الْمِغْفَرِ        

“Dari Anas bahwa nabi masuk ke kota Makkah diatas kepalanya mengenakan igal” (H.R.Al-Bukhari dan Muslim)

Hadist tersebut di kalangan tabi’in hanya Malik yang meriwayatkannya dari Az-Zuhri. Boleh jadi awal sanad atau akhir sanad lebih dari satu orang, namun ditengah tengahnya terjadi gharabah (hanya seorang saja yang meriiwayatkannya). Kata nisbi memberikan makna bahwa gharabah terjadi secara relatif atau dinisbatkan pada sesuatu tertentu, tidak secara mutlak.[33]

Gharibah nisbi terbagi menjadi 3 macam yaitu:

a. Muqayyad bi Ats-Tsiqah


Keghariban perawi hadist dibatasi pada sifat ke tsiqah-an seorang atau beberapa orang perawi saja. Misalnya:

عَنْ أَبِى وَاقِدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِيْ الْأَضْحَى ب (ق- وَاقْتَرَبَةِ السَاعَة)

“Dari Abu Waqid bahwa nabi membaca surah Qaf dan iqtarabat As-Sa’ah pada shalat idul adha dan idul fitri.”

Hadist ini diriwayatkan oleh Dhamrah bin Sa’id secara gharabah (sendirian) dari Ubaidillah bin Abdullah dari Abu Waqid. Tidak ada yang meriwayatkannya selain dia di kalangan perawi yang tsiqah, maka disebut gharabah dalam kepercayaan (tsiqah).[34]

b. Muqayyad bi Al-Balad

Yaitu hadist yang diriwayatkan oleh suatu penduduk tertentu, sedangkan penduduk yang lain tidak meriwayatkannya. Misalnya hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ath-Thayalisi dari Hammam dari Abu Qatadah dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id berkata:

أُمِرْنَا أَنْ نَقْرَاَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَمَا تَيَسَّرَ

“Kami diperintah membaca fatihah Al-Qur’an dan apa yang mudah dari Al-Qur’an.”

Al-Hakim berkata: “Hanya penduduk Bashrah yang meriwayatkan hadist tersebut dari awal sanad sampai akhirnya.” Hadist ini disebut gharib nisbi , karena ke gharibannya itu dibatasi pada ulama Bashrah saja yang meriwayatkannya.[35]

c.  Muqayyad ‘ala Ar-Rawi

Periwayatan hadist ini dibatasi dengan perawi hadist tertentu. Misalnya hadist dari Sufyan bin Uyaynah dari Wa’il bin Dawud dari putranya Bakar bin Wa’il dari Az-Zuhri dari Anas bahwa:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَوْ لَمْ عَلَى صَفِيَّةَ بِسَوِيْقٍ وَ تَمْرٍ      

“Bahwa nabi mengadakan walimahnya shafiyah dengan bubur sawiq dan tamar.”

Hadist diatas diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah. Tidak ada yang meriwayatkannya dari Wa’il kecuali Ibnu Uyaynah.[36]

Adapun kitab-kitab yang diduga banyak hadist gharib yaitu:
  • Kitab Athraf Al-Gharaib Wa Al-Afrad, karya Muhammad bin Thahir Al-Maqdisi.
  • Al-Afrad, karya Ad-Daruquthni
  • Al-Ahadist Ash-Shihah Wa Al-Gharaib, karya Yusuf bin Abdurrahman Al-Mizzi Asy-Syafi’i.
  •  Musnad Al-Bazzar
  • Al-Mu’jam Al-Awsath, karya Ath-Thabrani.[37]

Footnote:

[1]Mahmud Ath-Thahhan.Taisir Mushthalah Al-Hadist t.t.hlm.19, [2]H.Abdul Majid Khon.Ulumul Hadist(Jakarta:Amzah,2015) hlm.146, [3] Munzier Suparta.Ilmu Hadist (Jakarta:Rajawali,2016) hlm.96, [4] Ibid.hlm.96 , [5]Ibid.hlm.97, [6] HAbdul Majid Khon. Ulumul Hadist (Jakarta: Amzah,2015)  hlm.146, [7] M.Agus Solahudin dan Agus Suryadi. Ulumul Hadist (Bandung:CV Pustaka Setia,2017 )hlm.130, [8] H.Abdul Majid Khon.Ulumul Hadist (Jakarta: Amzah,2015) hlm.147, [9]Muhammad Gufron dan Rahmawati.Ulumul Hadist:Praktis dan Mudah (Yogyakarta: Kalimedia,2017) hlm.106, [10] M.Agus Solahudin dan Agus Suryadi.Ulumul Hadist (Bandung:CV Pustaka Setia,2017) hlm.130, [11] H.Abdul Majid Khon.Ulumul Hadist (Jakarta:Amzah,2015) hlm.147 [12] H. Abdul Majid Khon op.cit. hlm. 147-148, [13]Ibid hlm. 148, [14] Ibid hlm.149,  [15] H.Abdul Majid Khon.Op.cit hlm.150, [16]Ibid hlm.151 [17]M.Agus Solahudin dan agus Suyadi op.cit hlm.131 [18] H. Abdul Majid Khon.op.cit.hlm.152 [19] Ibid.hlm.153-154 [20] H.Abdul Majid Khon. op.cit.hlm.154 [21] Ibid.hlm. 154 [22] Ibid.hlm.155 [23] M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi.op.cit.hlm.134 [24] H.Abdul Majid Khon.op.cit.hlm.155-156 [25] Ibid.hlm.156 [26] H.Abdul Majid Khon.op.cit.hlm.157 [27] M.Agus Solahudin.op.cit. hlm.135 [28]H.Abdul Majid Khon. Ibid.hlm.158 [29] H. Abdul Majid Khon. op.cit. hlm. 158-160 [30] Ibid. hlm. 160 [31] H. Abdul Majid Khon. op.cit. hlm. 160-161 [32] M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi. op.cit. hlm.139 [33]H. Abdul Majid Khon.op.cit.hlm.161 [34]Ibid. Hlm. 162 [35] H. Abdul Majid Khon. hlm. 162 [36] Ibid. hlm. 163 [37] Ibid.hlm.163